25.2.15

Jangan Malah Melara

Aku pernah benci hidupku karena 'dunia' yang tiba-tiba memuntahkan ku begitu saja.

Sampai akhirnya aku terlalu lelah dan memilih berjalan sendiri. Menjauh dari dunia yang membenci aku. Menjauh dari dunia yang menyalahkanku. Aku dorong dunia tersebut, membiarkan diri dihempas angin dan dibawa aliran air sungai. Mempersilakan dunia memperlakukan aku sebagaimana maunya. Menghilang dari dunia sebagaimana maunya. Melara mengunci diri dari ketiba-tibaan dunia yang mayoritas memang tidak jelas.

Awalnya? Aku yang sensitif ini menangisi apa yang terjadi. Sulit dan sedih rupa awalnya. Lagi-lagi kehilangan. Lagi-lagi kehilangan. Ah, menjadi semakin biasa saja sama yang namanya kehilangan.

Namun, setelah sekian hari, rupa nya bertransformasi. Akhirnya aku memutuskan untuk memperlakukan dunia sebagaimana mereka memperlakukan aku. Tidak, aku tidak menjadikan diriku menjadi orang yang membenci dunia. Hanya... memperlakukan dunia sebagaimana dunia tersebut memperlakukan aku. Tolong garis bawahi perlakuan; menjadi orang yang sebenarnya bukan aku; tidak pedulian. Ternyata... enak juga rasanya menjadi orang yang seperti ini. Dan sudah terlalu malas untuk berusaha memperbaiki sesuatu yang rusaknya hanya karena alasan blabla tanpa batas.

Sampai-sampai akhirnya aku ternyaman kemudian tersadar. Dunia yang aku kira dunia itu memang bukan dunia. Aku... menyadari duniaku yang sesungguhnya. Yang tidak membuat aku membenci hidupku. Yang membuat aku bersyukur setiap harinya. Yang menguatkan aku ketika aku mencoba bangkit. Yang tetap disana saat aku di atas atau di bawah.

Teruntuk yang aku kira dunia;
terimakasih untuk segala pelajaran berharganya; untuk menyadarkan semuanya.
Teruntuk duniaku;
terimakasih untuk tetap disini. kalian... kado terindah yang aku dapat dari Allah SWT.
Teruntuk kalian yang mungkin punya kisah serupa;
jangan malah melara. kehilangan bukan akhir dari segalanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar