29.11.13

Tentang Asa?

  
Asa. Hah, abstrak.

Asa ke-1
Untuk asa yang satu ini. Saya saja belum mantap benar apa memang sebenar-benarnya saya untuk bidang itu? Karena untuk mencapainya, perlu kerja keras yang mungkin tidak dapat terputus, tidak dapat hanya sekedar lari di tempat namun harus selalu lari pada jalur yang tersediakan. Sedangkan saya, selalu merasa berada di belakang. Padahal menurut saya, usaha saya sudah cukup besar namun selalu terasa tidak cukup, ya tidak cukup. Medan terlalu berat mungkin karena saya dikelilingi oleh yang selalu terdepan. Apa karena saya yang sudah memutuskan asa duluan? Atau usaha saya yang memang kurang? 

Asa ke-2
Untuk asa yang satu ini. Bingung sendiri sama urusan ini. Apa yang sebenar-benarnya saya mau, apa sebenarnya orientasi saya. Melakukan ini, menyesal, melakukan itu, menyesal. Kenapa ya saya selalu merasa yang paling salah. Menata penyesalan. Bukan sesuatu yang mudah dan sulit karena terperangkap di segala kata kerja kedua adalah suatu yang bukan spesialis saya. Tapi menentukan pilihan? Selalu yang saya coba tegaskan pada diri saya sendiri untuk segera menentukan pilihan sebelum terlambat (lagi).

Dan ....untuk urusan ini saya sudah punya pilihan. Pilihan yang dipersimpangannya bertemu lagi dengan asa. Tapi entahlah, untuk asa di urusan ini, saya tidak mencoba berusaha untuk menyentuhnya, apalagi menggenggamnya. Karena asa itu dingin, seperti cermin berembun yang dibiarkan saat musim salju. Karena saya bahkan tidak berbayang, walaupun berjalan tengah hari di tengah panasnya gurun pasir. Hanya seperti mengikuti segala alur sungai yang mengalir, hanya seperti kucing jalanan yang terus duduk menunggu makan. Saya diam, hanya menunggu dan mengikuti alur hidup saya setiap harinya. 

Pilihan ini beresiko. Selalu terasa bahwa asa itu hampir putus -lagi, karena pernah beberapa kali putus dan pula beberapa kali saya perintahkan untuk berformasi lagi. Saat ada beribu alasan untuk asa tersebut terputus, saya selalu menemukan dua alasan untuk tetap disini. Satu, semangat saya. Dua, alasan saya untuk tersenyum. Ya, mungkin memang se-sepele itu.

Dua perspektif;

Tentang asa yang ber-usaha? Tetap optimis dan usaha tanpa terputus untuk mencapai asa tersebut. Kepuasan lahiriyah dan batiniyah untuk mencapai suatu asa yang positif dan sudah diimpi-impikan, yang selalu ada di benak kita setiap berkhayal? Tetapi tetap harus ingat. Sebesar apapun usaha kita, jika memang itu bukan takdir kita, Yang Di Atas Sana pasti sudah merancang sebaik-baiknya. Jika asa yang kita rancang tidak tercapai, siapa tahu rancangan Dia jauh lebih bagus walaupun tidak pernah terpikirkan oleh kita, kan? :)

Tentang asa yang tidak ber-usaha? Toh usaha saja tidak tau saya harus mulai darimana kalau bayangan saya saja tidak dapat diterima oleh retina matanya. Semuanya akan nihil, kan? Jadi lebih baik disini, di tempat yang jauh. Walaupun jika nanti pada akhirnya mungkin sama sekali tidak tersentuh, mungkin memang takdir, jadi ya sudahlah. Karena mungkin bukan berarti tidak mungkin, kan? :)


"...karena pada akhirnya akan ada hal yang memang ditakdirkan untuk tidak tersampaikan."
- short movie "Sewindu" XI IPA 7 Jangkar Bahtera-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar